-->
74HssqAmpAieSQYdpeY0UHJ3eJx0ro2Bjc2BCzNj
Bookmark


 


 

Mahasiswa Siap Aksi, GP Ansor Siap Lawan Kebijakan Tak Pro Rakyat

 

Diskusi publik digelar di Pendopo Satelit TV, Jumat (19/9/2025) malam

Lingkar keadilan, BANYUMAS – Polemik tunjangan perumahan dan transportasi pimpinan serta anggota DPRD Banyumas memantik respons berbagai elemen masyarakat. Diskusi publik digelar di Pendopo Satelit TV, Jumat (19/9/2025) malam, diikuti puluhan aktivis dari organisasi kampus dan masyarakat sipil.

Praktisi hukum sekaligus pemerhati kebijakan publik dari Forum Banyumas Bersuara, Aan Rohaeni SH, menilai Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 9 Tahun 2024 yang menjadi dasar pemberian tunjangan tersebut sudah tidak memenuhi asas kepatutan dan kewajaran dalam pengelolaan anggaran daerah.

Aan mengungkapkan, dalam lima tahun terakhir, Ketua DPRD Banyumas menerima tunjangan perumahan lebih dari Rp2,5 miliar, Wakil Ketua Rp1,7 miliar, dan anggota DPRD Rp1,4 miliar. Total anggaran yang digelontorkan mencapai Rp74 miliar.

Ia menyoroti proses penyusunan Standar Satuan Harga (SSH) yang menjadi acuan tunjangan. Menurutnya, kajian SSH semestinya melibatkan minimal dua Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) yang bersertifikat dan independen. 

“Kalau hanya satu KJPP, apalagi yang ditunjuk dari internal, itu rawan manipulasi. Saya berani menantang validitasnya,” tegas Aan.

Aan juga menduga Perbup tersebut melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2017, khususnya Pasal 17 tentang asas kepatutan dan kewajaran. “Kerugian negara itu ukurannya materil. Penyidik bisa dengan mudah membuktikan apakah Perbup ini sesuai dengan PP atau tidak,” ujarnya.

Ia mendorong masyarakat untuk melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika Perbup tetap dipertahankan. “Kita bisa minta KJPP yang bersumpah untuk menilai apakah anggaran ini wajar atau tidak,” tambahnya.

Aan menutup pernyataannya dengan ajakan moral. “Sebagai warga Banyumas, saya merasa berkewajiban menyuarakan keprihatinan atas tata kelola anggaran yang tidak transparan. Perbup ini harus segera diganti agar sesuai dengan prinsip akuntabilitas dan kepatutan,” tutupnya.

Ansor Banyumas: Siap Kritik Jika Pemerintah Menindas Rakyat

Dalam forum yang sama, perwakilan Ansor Banyumas, Muhammad Afik, menyampaikan amanat dari Rahmat Kuniawan yang berhalangan hadir. Ansor menegaskan dua fungsi utama organisasi: menjaga kiai dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Namun, Ansor juga memberi peringatan tegas. “Kalau pemerintahan mulai menindas rakyat, kami yang pertama mengkritik dan siap melawan kebijakan yang merugikan masyarakat,” ujar Afik.

Mahasiswa Nyatakan Sikap: Tolak Tunjangan DPRD

Mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Purwokerto menyatakan sikap tegas menolak kebijakan kenaikan tunjangan DPRD. Dalam diskusi publik, Yuniarto dari HMI menyebut mahasiswa siap mengambil langkah ekstrem jika diperlukan.

“Kita siap memblokade rel kereta, memutus jalan utama selama beberapa jam. Kolaborasi mahasiswa dan masyarakat ini diharapkan bisa mengetuk hati para eksekutif dan legislatif,” katanya.

Fikri, juga dari HMI Purwokerto menambahkan bahwa sikap diam terhadap kebijakan yang menindas rakyat adalah bentuk keberpihakan kepada rezim elitis. 

“Pemimpin di Banyumas terlalu elitis, lupa dari mana mereka berasal. Kami siap turun aksi,” tegasnya.

HMI Purwokerto merumuskan lima tuntutan:

1. Menolak tegas kebijakan kenaikan tunjangan DPRD yang tidak berpihak kepada rakyat.  

2. Mendesak Ketua DPRD, anggota dewan, dan Bupati untuk membatalkan tunjangan perumahan dan transportasi.  

3. Menuntut transparansi anggaran DPRD kepada publik.  

4. Menolak segala kebijakan elitis yang hanya menguntungkan pejabat dan menekan rakyat kecil.  

5. Mengajak seluruh elemen masyarakat Banyumas untuk mengawal kebijakan agar tetap berpihak pada rakyat. 

HMI berharap konsolidasi mahasiswa Banyumas ini menjadi perhatian nasional dan memantik gerakan serupa di daerah lain.

Posting Komentar

Posting Komentar