-->
74HssqAmpAieSQYdpeY0UHJ3eJx0ro2Bjc2BCzNj
Bookmark


 


 

FBB: Tunjangan DPRD Tidak Masuk Akal dan Jauh dari Standar Kewajaran

(Foto: Forum Banyumas Bersuara  / SA) 


Lingkar keadilan, BANYUMAS – Forum Banyumas Bersuara (FBB) melontarkan kritik tajam terhadap besarnya tunjangan yang diterima anggota DPRD Banyumas. Aktivis perempuan dan pemerhati kebijakan publik, Aan Rohaeni SH, yang juga merupakan salah satu pegiat Forum Banyumas Bersuara menilai, penghasilan wakil rakyat terlalu timpang dibandingkan dengan kondisi ekonomi masyarakat.

“Wakil rakyat seharusnya tidak memiliki penghasilan yang terlalu jomplang dengan rakyat. Pendapatan Ketua DPRD saja bisa mencapai Rp72 juta per bulan, belum termasuk tunjangan reses, alat kelengkapan dewan, dan kunjungan kerja,” ujar Aan, Minggu (14/9/2025).

Aan menyoroti tunjangan perumahan sebagai komponen paling mencolok. Berdasarkan Peraturan Daerah Pasal 26 ayat (1), besaran tunjangan perumahan seharusnya mempertimbangkan asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas, standar harga setempat, serta luas rumah negara sesuai ketentuan. Namun, realisasi di Banyumas dinilai jauh dari prinsip tersebut.

“Kalau tunjangan perumahan mencapai Rp42 juta per bulan, itu sangat tidak wajar. Di Banyumas, kontrakan paling mahal di kawasan Taman Anggrek saja hanya sekitar Rp120 juta per tahun. Jadi tidak masuk akal jika tunjangan perumahan anggota dewan sebesar itu,” tegasnya.

Selain tunjangan perumahan, Aan juga mengungkapkan sejumlah fasilitas lain yang diterima anggota DPRD, seperti tunjangan komunikasi intensif sebesar Rp14,7 juta per bulan, tunjangan operasional bagi pimpinan sekitar Rp12 juta, serta pajak penghasilan yang seluruhnya ditanggung oleh APBD.

“Sudah penghasilannya bebas pajak, tunjangannya juga fantastis. Saya kira hanya terjadi di Jakarta, ternyata di kabupaten pun sama. Padahal sebagian besar anggota DPRD Banyumas sudah memiliki rumah pribadi,” tambahnya.

Data yang dihimpun Forum Banyumas Bersuara menunjukkan, pendapatan rata-rata anggota DPRD Banyumas mencapai Rp53,6 juta per bulan, sementara Ketua DPRD memperoleh sekitar Rp72 juta per bulan.

Aan menekankan pentingnya transparansi dan efisiensi dalam pengelolaan anggaran. Ia mempertanyakan rasionalitas tunjangan yang jauh melampaui standar Upah Minimum Kabupaten (UMK).

“Kalau UMK Banyumas sekitar Rp3 juta, maka pendapatan Ketua DPRD itu sekitar 30 kali lipat. Itu belum termasuk tunjangan reses yang bisa mencapai Rp14,7 juta per kegiatan. Padahal tujuan pemberian tunjangan rumah dan transportasi adalah untuk mendukung kinerja. Tapi kita semua tahu seperti apa kinerjanya,” ujarnya.

Ia mendesak agar standar tunjangan disesuaikan dengan harga pasar dan kondisi riil masyarakat. “Kalau masyarakat disuruh berhemat, masa tunjangan perumahan dewan bisa empat sampai lima kali lipat dari harga pasar? Ini tidak wajar,” pungkasnya.

Sementara itu, akademisi Universitas Jenderal Soedirman, Dr. Tri Wuryaningsih, M.Si, menyoroti minimnya sosialisasi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) kepada publik. Menurutnya, banyak masyarakat tidak mengetahui isi regulasi yang akan berdampak langsung pada kehidupan mereka.

“Public hearing seringkali tidak melibatkan masyarakat secara luas. Kalaupun ada yang dilibatkan, informasi itu tidak sampai ke publik secara menyeluruh,” ungkap Tri.

Terkait anggaran tunjangan DPRD, Tri menilai wakil rakyat seharusnya mengedepankan asas kepatutan, terutama di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang belum pulih sepenuhnya.

“Meski besaran tunjangan bukan ditentukan langsung oleh DPRD Banyumas, mereka tetap memiliki peran penting dalam fungsi budgeting. Di sinilah seharusnya mereka menunjukkan keberpihakan kepada rakyat,” tandasnya.


Ketua DPRD Benarkan Terkait Nilai Tunjangan Perumahan dan Transportasi? 

Sementara itu, Ketua DPRD Banyumas, Subagyo, memberikan klarifikasi terkait pemberitaan mengenai tunjangan transportasi dan perumahan dewan. Ia menegaskan, kebijakan tersebut bukan produk yang lahir di masa kepemimpinannya.

“Yang pasti, apa yang diberitakan itu bukan produk saya sebagai Ketua Dewan. Itu produk lama, saya hanya meneruskan,” kata Subagyo, Minggu (14/9/2025) melalui saluran suara aplikasi WhatsApp. 

Subagyo membenarkan bahwa ketentuan pendapatan anggota DPRD Banyumas sesuai dengan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 9 Tahun 2024, termasuk tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi.

“Saya jujur saja, bahkan demi Allah saya bersumpah, saya sendiri sebenarnya tidak terlalu paham detail gaji saya. Selama ini saya tidak pernah peduli, yang penting ditransfer masuk ke rekening. Nah, itu kemudian yang menjadi pemberitaan,” ujarnya.

Ia menambahkan, baik tunjangan transportasi maupun tunjangan perumahan merupakan keputusan yang sudah ditetapkan sejak masa bupati sebelumnya. 

“Saya tegaskan, sampai saat ini saya belum pernah menaikkan tunjangan apapun. Semua yang saya terima adalah berdasarkan keputusan yang sudah ada sebelumnya,” tegasnya.

Namun, Subagyo belum memberikan penjelasan lebih lanjut terkait besaran tunjangan perumahan anggota DPRD Banyumas yang saat ini menuai kritik karena dianggap terlalu tinggi.

0

Posting Komentar