Lingkar keadilan, BANYUMAS - Kebebasan pers bukan sekadar jargon demokrasi. Ia adalah fondasi bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi yang jujur, kritis, dan berimbang. Namun, kasus yang menimpa wartawan Widhiantoro Puji Agus Setiono, akrab disapa Baldy di Purwokerto, kembali mengingatkan kita bahwa kebebasan itu masih rapuh dan rentan ditekan oleh kepentingan tertentu
Somasi yang diterima Baldy dari seorang advokat, jelas menimbulkan pertanyaan: apakah ini sekadar prosedur hukum, ataukah bentuk intimidasi yang bertujuan membungkam kerja jurnalistik? Baldy sendiri menilai somasi tersebut bukanlah pemberitahuan hukum biasa, melainkan indikasi nyata upaya pembatasan ruang gerak pers.
Jika benar demikian, maka kita sedang menyaksikan bagaimana instrumen hukum digunakan secara tidak proporsional untuk menekan wartawan. Padahal, sengketa pemberitaan seharusnya diselesaikan melalui mekanisme hak jawab atau hak koreksi, bukan dengan ancaman hukum yang berpotensi menakut-nakuti.
Perlawanan sebagai Pesan Publik
Langkah Baldy menunjuk empat advokat dari Peradi SAI Purwokerto untuk menghadapi somasi adalah bentuk perlawanan yang patut diapresiasi. Ia tidak hanya membela dirinya, tetapi juga mengirim pesan penting: wartawan tidak boleh berjalan sendirian ketika menghadapi tekanan. Kebebasan pers adalah kepentingan publik, bukan sekadar kepentingan profesi.
Mandat kuasa yang ia berikan menunjukkan keseriusan ancaman yang dirasakan. Ini bukan sekadar konflik personal, melainkan persoalan struktural yang menyangkut independensi jurnalistik di daerah.
Ancaman yang Berulang di Daerah
Kasus Baldy hanyalah satu potret dari fenomena yang lebih luas. Wartawan di daerah sering kali menghadapi tekanan dari tokoh masyarakat, pejabat, maupun lembaga tertentu. Ancaman laporan polisi, somasi, hingga tekanan profesional menjadi senjata untuk membungkam suara kritis.
Jika pola ini terus berulang, maka kebebasan pers di tingkat lokal akan semakin tergerus. Padahal, pers daerah memiliki peran vital dalam mengawasi kebijakan dan praktik kekuasaan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat.
Menegakkan Undang-Undang Pers
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers sudah jelas menjamin kebebasan pers. Maka, setiap upaya membungkam wartawan melalui jalur hukum yang tidak semestinya harus dipandang sebagai ancaman terhadap demokrasi. Organisasi pers, masyarakat sipil, dan aparat penegak hukum perlu memastikan bahwa hak-hak wartawan terlindungi.
Kita tidak boleh membiarkan somasi atau ancaman hukum menjadi alat intimidasi. Wartawan berhak bekerja tanpa rasa takut, karena tugas mereka adalah menyuarakan kepentingan publik.
Kasus dugaan pembungkaman wartawan di Purwokerto adalah alarm keras bagi kita semua. Ia menegaskan bahwa kebebasan pers masih menghadapi tantangan serius. Perlawanan Baldy adalah simbol bahwa wartawan tidak boleh tunduk pada tekanan, dan masyarakat harus berdiri bersama mereka.
Kebebasan pers bukan hanya milik wartawan, melainkan milik kita semua. Membungkam wartawan berarti membungkam suara publik.




Posting Komentar