-->
74HssqAmpAieSQYdpeY0UHJ3eJx0ro2Bjc2BCzNj
Bookmark


 


 

Pagar Laut di Tanggerang: Akademisi Unsoed: Ini 3 Sangsi Hukumnya

Banyumas: Kasus pagar laut di Tanggerang yang menjadi isu nasional belakangan ini dinilai karena kurangnya kemampuan pemerintah (kementerian terkait) dalam penegakan hukum (melalui pengawasan) peraturan perundang-undangan, terutama paraturan bidang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dan peraturan bidang lingkungan hidup.

Pakar Hukum Lingkungan dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Prof DR Kartono, SH, MH mengatakan hal itu ketika dimintai tanggapannya terkait pagar laut di Tanggerang,  Minggu (26/2/2025).

Menurutnya dengan kurangnya kemampuan dan pengawasan menyebabkan pagar laut sepanjang 31,16 kilometer terbangun tanpa terdeteksi. Hal tersebut kata Profesor Fakultas Hukum Unsoed itu, jelas merupakan perbuatan melanggar hukum yang serius. 

"Pembangunan pagar laut jelas merupakan perbuatan melanggar hukum yang serius, karena dilakukan tanpa izin (ilegal). Hal ini dapat dilihat dari Permen LHK No 4 tahun 2021 yang mensyaratkan bangunan di perairan dengan luasan lebih dari 25 Ha diwajibkan untuk dilakukan amdal," kata Wakil Dekan 3 FH Unsoed itu. 

"Padahal kegiatan pemagaran untuk reklamasi tersebut mencapai luasan sekitar 515 Ha, sehingga karena tidak dilakukan kajian amdal dengan sendirinya tidak mempunyai izin,"sambung Prof DR Kartono, SH, MH. 

Tidak adanya izin, kata Profesor FH Unsoed itu, menunjukkan adanya sifat melawan hukum dan bisa dikenakan 3 sanksi. 

Ketiga sanksi tersebut yaitu:

Pertama, sanksi adminsitrasi berupa pembongkaran atas pagar yang dilakukan secara ilegal.

Atas pembongkaran itu yang saat ini dilakukan oleh pemerintah (melalui TNI Angkatan Laut) dapat pula dimintakan ganti rugi atas biaya yang dikeluarrkan negara untuk melakukan pembongkaran. 

Kedua, sanksi perdata, atas kerugian yang ditimbulkan kepada nelayan yang jalur melautnya menjadi lebih jauh, yang berdasar perhitungan ombudsman mencapai 7 sd 9 miliar.

Ketiga sanksi pidana, pelaku dapat dijerat pidana sesuai UU No 32 tahun 2009, khususnya pasal 110, jika pemagaran terbukti menimbulkan korban atau kerusakan lingkungan, dan keselamatan. Pidana tersebut juga dapat dijatuhkan kepada korporasi yang memberikan perintah pemagaran. 

"Dalam konteks keagrarian juga terdapat kemungkinan penjatuhan pidana, terkaitnya terbitnya sertifikat HGM dan HM yang tidak sah. Dalam hal ini pelaku-pelakunya dapat merupakan pegawai pemerintah (ASN) dan notaris yang menerbitkan dan membantu terbitnya sertifikat yang tidak sah tersebut,"terang Prof DR Kartono, SH, MH. 

Sedangkan Praktisi Hukum dari Peradi SAI Purwokerto H Djoko Susanto, SH berpendapat kasus pagar laut di Tanggerang merupakan upaya penyelundupan hukum agraria yang mana negara sudah melebihi kewenangannya karena sudah menjual kedaulatan perairan. 

"Kasus pemagaran di laut adalah adanya upaya penyelundupan hukum agraria, dimana negara sudah melebihi apa yang menjadi wewenangnya karena telah menjual kedaulatan perairan sebagai objek dan hal ini menunjukan lemahnya lembaga legislatif dalam mengawasi eksekutif,"imbuh H Djoko Susanto, SH.

Posting Komentar

Posting Komentar